Learning Curves

SIGN UP

Seorang rekan dari pengurus Iluni ujug2 memerintahkan untuk menarik semua data yang ada di UIArch.

Katanya Iluni memutuskan untuk mengembalikan pengelolaan data ini ke Departemen Arsitektur sebagai mitra Iluni Ars. Ironinya, komunitas UIArch Open dengan slogan dari Alumni untuk Alumni, ternyata sama sekali tidak dianggap mitra oleh Iluni...

Sejujurnya, tidak ada masalah sama sekali dengan permintaan tersebut. Tujuan komunitas UIArch membantu membangun sistem Database Alumni ini justru agar Departemen dan Iluni kedepannya dipermudah dalam mengelola Database Alumni yang berkesinambungan.

Disisi lain, tujuan utama dari UIArch Open juga berupa sharing knowledge sesama alumni. Contoh kasus diatas, bagus diangkat sebagai study case tentang Budaya Professional yang sepertinya belum dilihat sebagai suatu faktor yang sangat penting.

Sebagai Professional yang harus dihindarkan adalah asbun, alias asal bunyi tanpa dasar atau penjelasan yang tidak comprehensive dan structured.

Bagaimana membudayakan Professionalisme?

Profesionalisme itu membutuhkan suatu proses learning curve terus menerus, tidak bisa sekedar mengandalkan apa yang diperoleh dibangku kuliah tok. Ada banyak aspek yang harus terus menerus sebaiknya secara individu dipelajari dan dikembangkan. Salah satu sarananya ada di Internet.

Dibudaya kita, salah satu yang menjadi tantangan adalah budaya nunut dari orang yang bekerja disatu sisi dan budaya punya kuasa bagi yang merasa memiliki jabatan tertentu. Ini datang dari budaya Paternalistik dan budaya tepo seliro yang memang kental ada di masyarakat kita.

Pada saat bekerja diperusahaan Australia sebagai GM Business Development, saya mengalami langsung betapa kentalnya budaya nunut ini. Diperusahaan ini ada banyak staff orang Indonesia. Dari sisi skill dan ethos kerja semua staff ini bagus2, melebihi bule2 yang ada. Sayangnya dengan skill yang bagus itu, pada umumnya mereka tidak mengerti sepenuhnya apa dan bagaimana yang disebut Professionalisme. Tidak terbiasa dengan hak dan kewajiban saat melakukan pekerjaan. Manager2 bule tentunya happy dengan budaya nunut ini.

Didapur secara informal, sering saya berikan ide... mas ngapain kerja over time terus. Kerjaan yang tidak selesai kan tanggung jawabnya manager mas, dia yang harus mengatur jadwal dan menjelaskan masalahnya. Dan kalau dirapat mingguan ya bicarakan aja mas, jelaskan semua keforum kasih argumentasinya.

Jawaban yang umum: .... mas saya ndak enak sih untuk bicara. Saya juga ndak enak kalau kerjaan saya ndak kelar mas. Jadi biarin aja lah mas ...

Ini yang disebut budaya nrimo.

Yang perlu dibudayakan kedepan, dalam mengerjakan sesuatu perlu deskripsi yang jelas dan runut sebagai acuan. Tidak bisa digarap ala obrolan kedai kopi, itu amatiran.

Learning Curve

Didunia pendidikan kita beruntung pernah kuliah di Arsitektur atau juga alumni2 yang jebulan Teknik Industri.

Kedua jenis pendidikan ini, Arsitektur dan Teknik Industri pada dasarnya mengajarkan suatu proses profesi dari hulu hingga hilir. Tidak semua pendidikan seperti itu. Jurusan Mesin memang mendisain yg berkaitan dengan mekanikal tetapi tidak mendapatkan proses yg utuh mulai dari menerima gagasan, menganalisa, menterjemahkan analisa menjadi requirements, medisain berdasarkan requirement, membuat prototype disain hingga sedetailnya, mengkoordinasikan beragam disiplin keilmuan, manajemen proyek, mendokumentasikan setiap perubahan produk hingga ke era pemeliharaan. Ini suatu proses yang lengkap untuk mengenal Profesionalisme yang valid dapat diaplikasikan keproses apapun yang ada, tidak harus hanya proses Arsitektur tok.

Permasalahannya kenapa para lulusan tidak memiliki ide diatas, karena mungkin pengenalan proses disain arsitektur penekanannya hanya sebatas kepada suatu proses rancang bangun. Padahal semisal kita didunia IT, proses yg diikuti justru berasal dari proses diatas hanya dalam bentuk miniatur. Prosesnya sama persis hanya lebih sederhana.

Case Study

Kasus rancangan Database Alumni ini bisa dijadikan contoh studi kasus.

Dari pertemuan dgn Departemen ( Meeting dengan Jurusan tentang Database Alumni ) maupun Iluni ( Obrolan bersama BPH Iluni tentang database alumni ) setelah 19 tahun sampai hari ini, sama sekali tidak memiliki Dokumentasi rujukan apapun bagaimana merancang dan memanfaatkan Database Alumni ini. Yang ada sekedar bolak balik catet2 di Excel.

Dalam kasus ini yang diperlukan kedepan apakah Iluni ataupun Departemen sebaiknya menyelesaikan semua proses hulu dan hilir, apa dan bagaimana proses pendataan ini, apa model proses dan result yang diinginkan.

Berbicara dengan rujukan Dokumentasi adalah salah satu bentuk Profesionalisme. Bila selesai akan kita bantu untuk mesosialisakannya disitus ini kesesama alumni secara terbuka.

Dokumentasi nantinya akan berujung kepada akuntabilitas, ndak bisa sekedar Asbun atau sekedar merasa memiliki kuasa... Ini catatannya Wewenang dan Prosedur Pendataan Database Alumni

Semoga bermanfaat.

More posts