Mesjid Megah itu Tidak Untuk Penyandang Disabilitas

SIGN UP

Seorang teman pengguna kursi roda bercerita, ia ingin mengajak anak kembar perempuannya yang berusia 3 tahun ke mesjid Istiglal. Mesjid istiglal mempunyai lift, dan ia dapat menggunakan lift itu. Tetapi, sesampai di Meesjid istiglal, lift tidak berfungsi, dengan terpaksa ia meminta beberapa orang laki-laki dewasa yang ada di sana untuk mengangkatnya menuju ke dalam mesjid dan anak kembarnya menaiki tangga.

Pada saat mendengar cerita itu, pikiran saya langsung melayang menuju dua mesjid besar di Jakarta yang sering saya kunjungi, mesjid Al Azhar dan Mesjid Agung Sunda Kelapa. Kedua mesjid itu juga tidak dapat diakses penyandang disabilitas. Walau, saya pernah melihat tuna netra mengunjungi Mesjid Al Azhar, akan tetapi, saat itu ada seseorang yang menuntunnya menaiki tangga mesjid, tapi belum pernah menemukan penguna kursi roda. Sedangkan, tuna wicara/rungu sulit diidentifikasi, kecuali pada saat berkomunikasi.


Rasanya tak adil jika penyandang disabilitas tidak dapat mengakses rumah ibadah. Mereka juga berhak menjalankan ibadah sama dengan yang lain. Terutama laki-laki yang harus Salat Jumat berjamaah. Tetapi, sebagian mesjid dirancang bertingkat, dengan alasan ruang bagian bawah digunakan untuk kegiatan ekonomi dan sosial, sedangkan lantai atas digunakan untuk kegiatan ibadah. Penguna kursi roda tidak dapat mengakses lantai atas karena tidak ada lift dan ramp.

Bagi tuna netra yang datang sendiri ke mesjid, tidak dituntun oleh teman/saudara/atau seseorang yang membantu, mereka tidak dapat mengakses mesjid, karena tidak ada guiding (panduan) di lantai atau di dinding/tali. Guiding di lantai berupa guiding block, guiding di dinding dapat berupa motif/tali. Sedangkan tuna rungu/wicara yang tidak dapat mendengar suara, mereka tidak akan mengetahui apakah waktu Salat sudah masuk atau belum, mereka hanya dapat mengetahui dari gerakan jamaah lain yang ada di sekitarnya. Tidak ada running text yang memberikan info. Tidak ada tulisan atau symbol yang memberikan informasi. Mereka juga tidak dapat mendengar ceramah yang disampaikan ustad.

Dalam sebuah seminar tentang Buku karya Frederich Silaban, arsitek Mesjid Istiglal, saya menanyakan pada penulis buku, Setiadi Sopandi, apakah Silaban Merancang lift untuk Mesjid Istiglal? Setiadi Sopandi mengatakan lift dipasang pada saat raja Salman berkunjung ke Mesjid Istiglal (Raja Salman berkunjung ke Indonesia tahun 2017) . Ini berarti dalam merancang Mesjid Istiglal, Silaban tidak mempertimbangkan akses bagi Penyandang Disabilitas, terutama penguna kursi roda.

Beberapa mesjid yang ada di dalam mall/perkantoran lebih mudah diakses oleh pengguna kursi roda, karena sirkulasi antara lantai menggunakan lift. Jalur dari toilet, tempat wudhu, dan tempat Salat, tidak ada undakan yang menyulitkan pengguna kursi roda untuk mengakses ruang.

More posts