Dwelling dan Settling ( Bertinggal dan Bermukim)

SIGN UP

Saya menyumbangkan tulisan yang agak berbeda dengan persoalan bertinggal manusia secara individual dan/atau kelompok yang secara spesifik terkait pengetahuan arsitektur sebagai fenomena kehadiran manusia dan ruang daur hidupnya (RDH). RDH yang ideal menjamin proses pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis manusia, mulai dari dalam kandungan, lahir, menjadi balita sampai dengan dewasa dan kemudian mati yang juga membutuhkan ruang privatnya sendiri. Contoh jika ibu yang sedang mengandung hidup dalam rumah yang tidak menjamin kesehatan psikologis dan fisik akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sisik sang bayi di dalam rahim sang ibu.

Secara etimologis, kata kerja to dwell berasal dari kata Inggris Lama dwellan[1] mengembara, menunda, mendiami, tinggal di suatu tempat lebih lama. Kata dwelling, bentuk kata benda dari kata kerja to dwell yang mengungkap makna kehadiran – human dwelling dapat bermakna kehadiran manusia secara spasial di muka bumi. Ciri dari kehadiran manusia adalah kegiatan aktifnya i) di atas ruang makro bumi manusia; ii) dalam cakupan ruang meso untuk berbagai kegiatan aktif sosial di atas wilayah geografis tertentu misalnya, kota; ii) ruang mikro yang memungkinkan mereka beraktivitas secara aktif dan pribadi di dalamnya, khusunya di ruang daur hidup rumah. Jika dwelling merujuk pada kegiatan aktif manusia (vita activa)dalam ruang daur hidup yang luas atau terbatas, seperti bekerja dan berpolitik, settling merujuk pada makna spasial menetap dari dwelling.

Gambar 1. Ruang Daur Hidup Manusia

Salah satu filsuf yang secara mendalam mengupas makna dwelling adalah Martin Heidegger.[1] Heidegger menyatakan bahwa kita merasa bertinggal hanya karena ada bangunan. Menurut dia, pernyataan tersebut dapat ditafsirkan secara langsung bahwa manusia dapat mencapai tujuan bertinggal karena ada bangunan. Menurut dia tidak semua bangunan itu adalah tempat bertinggal. Bangunan menaungi manusia, menempatinya tetapi bukan tempat tinggalatau bertinggal. Dia menempati bangunan tetapi bukan tinggal atau bertinggal di dalamnya, jika bangunan ini hanya sebagai naungan. Artinya, bertinggal lebih jauh bermakna jika ada kegiatan manusia di bawah naungan.

Dalam skala yang lebih besar luas, manusia bertinggal untuk menyelenggarakan aktivitas kehidupan dalam cakupan geografis kota atau bahkan wilayah. Manusia secara alamiah adalah juga makhluk sosial, hidup bersama manusia lain bertinggal dalam ruang daur hidup dalam dimensi diri pribadi sampai dengan sosial.

Table 1

Issues of Life-cycle Space

Arsitektur sebagaimana asal-katanya berasal dari kata arkhitekton yang bermakna kepala tukang dan hadir sebagai fabrikator, eksistensi manusia yang berkarya dan menciptakan sesuatu yang kemudian disebut atau dinamakan arsitektur sebagai sesuatu “ada, kehadiran” (being) esensi atau hakekat kebendaan (the thing-in-itsef) yang menimbulkan kontroversi dalam pemaknaannya – bagaimana kita dapat menjelaskan atau menyebut sesuatu itu dirinya-sendiri, misalnya, saya adalah batu-bata.

Eksistensi Manusia/Manusia, Masyarakat dan Arsitektur

Heidegger dalam Being and Time[2] menekankan konsep formal eksistensi Da-sein yang bermakna presensi hadir di sana. Secara a priori Da-sein harus diamati dan dipahami berazaskan konstitusi atau terbentuknya being yang disebut oleh Heidegger sebagai being-in-the-world – kesatuan fenomenon, data primer yang diamati secara keseluruhan hadir-di-dunia. Menurut Heidegger, ketika being-in-the-world tidak dapat dipisahkan ke dalam komponen-komponen, hal ini tidak berarti menolak adanya beberapa faktor-faktor yang konstitutif struktural, misal struktur ontologis dari world yakni kehadiran the-world-ness – misalnya, keduniawian yang menyertakan aspek bumi seperti matahari, bulan, air, udara, fauna dan flora dsb.

Being dalam bahasa Inggris sebagai kata benda bermakna kehadiran – kualitas mengada. Kualitas ‘ada’ hadir dalam kontinuum waktu, seperti masa-lalu, kini, dan masa-datang. Bahasa Indonesia tidak membedakan kata kerja sesuatu hadir itu masa-lalu, kini dan masa datang. Perubahan kata kerja dalam Inggris kondisi kehadiran di masa lalu, kini dan bayangan masa datang.

Contoh dalam bahasa Inggris:

It is| It was| It will be

I am| I was|I will be

Saat kita mengajukan pertanyaan apa, kita sudah terpapar oleh sesuatu yang hadir dalam pikiran sebagai suatu eksistensi, melalui kehadiran manusia (human existence). Kita ‘hampir’ tidak mungkin mempertanyakan kehadiran alam semesta ini (nature’s existence) baik flora dan fauna. Lingkung bangun yang hadir di muka bumi ini karena manusia sebagai fabrikator, secara sosial berpolitik, dan dari fitrahnya berakal-budi. Namun anugrah akal-budi ini tidaklah sama untuk masing-masing individu yang hadir di dunia fana ini.

Arsitektur sebagai sebuah kehadiran (eksistensi) – being, hadir di masa lalu, sekarang dan masa datang (kita tidak tahu). Kata arsitektur, yang kita kenal, diturunkan atau dipinjam dari bahasa Perancis architecture dirunut dari kata architectus, architectüra (Latin). Kata ini berasal dari Yunani Kuno arkhitéktōn, dua penggal kata archi, yang pertama, memimpin dan tekton, tukang batu, pembangun yangbermakna kepala tukang, sebagai sebuah kehadiran manusia sebagai fabrikator bukan benda obyektifnya. Ide arsitektur muncul untuk memberi nama pada kehadiran manusia sebagai pencipta; di sini manusia yang hadir sebagai tukang batu, pembangun. Karena arkhitéktōnmenghasilkan berbagai karya rancangan fisik bangunan, terjadi pengalihan observasi terus menerus ke benda obyektif, yakni bangunan dan kemudian disebut arsitektur. Kemudian obyek arsitektur yang melahirkan pengetahuan tentang arsitektur yang lebih ke pada kehadiran sebagai benda obyektif yang hadir di luar benak-pikiran manusia. Di sini kehadiran arsitektur secara obyektif melahirkan pengetahuan yang diajukan Plato tentang wujud (shape) yang hadir pasti (fixed) dan berulang (resemblance). Tetapi Plato juga memberi “bentuk ke-3” kehadiran dalam proses mengkualitas (process of becoming) yang disebut dengan khora. Arsitektur sebagai khora dalam bentuk ke-3, kita sebagai pengamat, peneliti akan meneliti kehadiran manusia sebagai fabrikator, pikirannya, latar belakang kultural dan lain-lain. Cara pendekatan ini akan mengasah kita pada cara mencipta yang dilandaskan oleh tanda (signum & de-signum) dan melepaskan diri kajian tipe (tipologi) yang pada dasarnya mencari “bentuk resemblance” dari ide rancangan.

Sebagai konklusi umum terkait pemahaman ide bertinggal manusia dan arsitektur menfokuskan kehadiran manusianya sebagai political animal dan kemampuan labor (berpikir dan bekerja) serta kemampuan politik dimana manusia hadir dalam lingkung sosial dan spasial. Arsitektur adalah buah karya dari manusia untuk mengkondisikan kehadiran mereka secara spasial di muka bumi dalam bentuk lingkung bangun.

[1] Heidegger, M. ‘Building, Dwelling, Thinking.’ Dalam Poetry, Language, Thought. Trans and Introduction: Albert Hofstadter. Harper Perennial Modern Classics, 2001, pp. 141-160. Berbeda dengan pendekatan esensialis yang memikirkan segala sesuatu mengikuti prinsip esensi kebendaan (the-thing-in-itself) melalui proses sebagai hasil budi daya manusia dan bukan cerap dan dipikir sebagai obyek material di luar diri manusia (eksternal). Ada kritik terhadap pendekatan esensialisme Husserl melalui apa yang disebut sebagai eidetic reduction, mereduksi penetakan (judgment) hanya pada esensi (noumena, the-thing-in-itself). Kritik ditujukan bagaimana kita cara kita mengamati sesuatu itu, masuk ke dalam, dirinya sendiri.

[2] Heidegger, M. Being in Time. Albany: State University of New York Press, 1996, pp. 49-51.

More posts

Building, Dwelling, Thinking

Building, Dwelling, Thinking